Minggu, 20 Desember 2009

Gigi Susun

Jumat, 12 Juni 2009

Jatipadang - Sunter

Rute 12 April 2009 : Jatipadang - Sunter - Kemanggisan - Palmerah - Slipi - Warung Buncit - Pejaten - Damar Sari - Karang Pola - Jatipadang

Jatipadang - Sunter (English Version)
Berangkat ke tempat sahabatku Lukas, mau bantu-bantu pindahan rumah kontrakan dari daerah Sunter Jakarta Utara ke daerah Kemanggisan Jakarta Barat. Hari sebelumnya aku merasa kondisi Vespa dalam keadaan yang OK sehingga perjalanan dilalui dengan cukup lancar.

Karena tidak hapal lokasi rumahnya secara tepat maka aku nyasar. Sepertinya tidak terlalu jauh nyasarnya namun bukan karena nyasarnya yang membuatku risau. Aku merasakan panas yang berlebihan yang keluar dari bagian kanan Vespa, tempat dimana mesin berada. Aku coba menenangkan diri dengan menganggap bahwa kondisi itu terjadi karena aku lupa menambahkan oli samping untuk perjalanan jauh.


Namun ketika aku akan melewati sebuah polisi tidur di seputaran komplek tempat tinggal temanku, entah polisi tidur yang ke berapa, Vespa secara mendadak mati. Aku tenang-tenang saja karena mungkin karena aku salah main kopling lagi. Lalu Vespa ku pinggirkan dan kucoba restart. Sekali, dua kali, beberapa kali dicoba ternyata tidak juga mau menyala. Aku masih coba untuk tenang dengan menelpon Lukas untuk menjemputku karena aku tidak juga menemukan jalan yang tepat ke rumah kontrakannya setelah berputar-putar mencari lokasi yang sesuai dengan gambaran yang terekam dalam ingatanku beberapa waktu yang lalu ketika membantunya pindah rumah dari Slipi ke Sunter.

Setelah menelpon, aku coba lagi menyalakan Vespa. Huh…tidak berhasil juga. Tidak berapa lama ternyata adiknya yang menjemput. Aku coba mendorong Vespa sambil lari sambil melepas kopling secara perlahan pada posisi gigi ke-2. Dan berhasil !!

Sambil bergerak mengikuti adiknya Lukas, aku coba untuk menahan supaya Vespa tidak mati lagi. Namun baru sekitar 300 meter bergerak ternyata Vespa mati lagi. Dari situ aku mulai berpikir kalau Vespa mengalami overheat karena setelah kucoba mendorongnya seperti tadi tidak mau menyala lagi. Dan sepanjang sisa jarak ke rumah kontrakannya Lukas, Vespa dituntun.

Sampai di kontrakannya, ternyata beberapa teman-temanku yang lain juga ikut membantu pindahan. Dan ternyata pula barang-barang yang mau dipindahkan sebagian besar sudah diangkat ke atas truk. Hehe… Sorry my friends, I am late.

Tanpa menunggu waktu lagi aku segera membantu teman-temanku mengangkat barang-barang yang masih tersisa. Kemudian kami semua bersiap untuk berangkat menuju rumah kontrakannya Lukas yang baru di daerah Kemanggisan Jakarta Barat.

Tunggu kelanjutannya di posting berikutnya ya..

Rabu, 22 April 2009

Melintasi Selat Sunda

(English Version)
Lanjutan dari posting sebelumnya....

Kemudian sekitar jam 8 malam kami memulai perjalanan kembali ke Jakarta. Efek dari perkenalanku dengan Vespa kemarin sore ternyata masih cukup mengganggu. Jadi, saat itu kuurungkan niat untuk mencoba mengendarainya lagi. Akhirnya temanku yang mengendarinya sampai dengan pelabuhan Bakauheni.

Karena usia motor sudah tua, kami bergerak perlahan-lahan. Beberapa kali jalur perjalanan kami diserobot oleh bis atau truk besar dari arah yang berlawanan sehingga kami harus menyingkir ke bahu jalan. Hal itu sangat menyebalkan dan akhirnya aku mengambil beberapa buah batu dari jalan untuk melempari kaca depan kendaraan besar kurang ajar yang nanti mencoba-coba lagi memotong jalan kami. Untungnya sampai dengan pelabuhan Bakauheni tidak ada lagi kendaraan besar yang kurang ajar.

Sepanjang perjalanan, kami juga mencari truk kosong yang sekiranya mau mengangkut Vespa sampai Jakarta. Namun sampai tiba di pelabuhan tidak satupun truk yang dapat kami minta untuk membawa Vespa ke Jakarta. Kami coba mencari di dermaga 1, juga tidak membuahkan hasil. Ada orang yang menyarankan kami ke dermaga 3 untuk mencari truk trailer yang biasa untuk mengirim motor-motor yang sudah dirakit ke dealer. Saran yang masuk akal juga. Sampai di dermaga 3 ternyata memang banyak truk trailer motor kosong yang mau nyebrang ke Jawa. Temanku kembali membantu mencarikan sekalian negosiasi harganya. Ternyata kebanyakan dari mereka punya jadwal ketat sehingga tidak mau mengambil resiko dan juga tujuan akhir mereka juga tidak cocok dengan rute kami yang akan menuju ke arah Jakarta Selatan. Ada pula yang meminta bayaran terlalu tinggi (menurut kami tentunya).

Namun memang ternyata Tuhan sudah mempunyai rencana. Di antara sekian banyak truk yang ada di pelabuhan ada 1 sopir truk yang memasang harga tidak terlalu tinggi, namun posisinya ada di antrian ke 5. Ya sudah, kami akhirnya sepakat untuk mengambil tawaran 200.000 yang dia tawarkan. Kami berikan Rp.100.000 dulu untuk DP. Kebetulan sopir truk itu sendirian sehingga mungkin (perkiraan kami) kami bisa menjadi teman perjalanannya menuju tujuan akhirnya di daerah Ciledug. Setelah harga disepakati kami naikkan Vespa ke atas truk. Saat itu waktu menjelang pukul 22.30.

Sambil menunggu giliran antrian masuk ke kapal aku mengamati keadaan sekitar, seperti yang biasa aku lakukan di daerah yang baru aku datangi. Sempat aku hitung jumlah kendaraan besar (bis dan truk) yang dimuat ke kapal, untuk membaca polanya sehingga aku bisa memperkirakan waktu perjalanan yang masih harus ditempuh. Wah, ternyata polanya sangat tidak teratur, bingung aku jadinya. Dari obrolan yang kudengar antar sesama sopir truk, ternyata supaya bisa lebih cepat masuk ke kapal memang diperlukan sedikit pelicin supaya antrian bisa lancar. Paling tidak uang 50.000 harus dikeluarkan oleh para sopir supaya truk mereka diprioritaskan petugas untuk bisa masuk ke kapal lebih dahulu. Tak terbayangkan berapa banyak uang yang diterima para petugas itu dalam sehari.

Singkat cerita menjelang pukul 03.00 dinihari kami sudah berada di antrian pertama dan kebetulan ada kapal fery yang baru saja sandar. Temanku yang sempat tidur menjadi terbangun karena suara bising klakson truk yang berusaha menarik perhatian petugas supaya bisa segera masuk ke kapal. Melihat gelagat yang tidak fair itu temanku bergegas turun dan menemui petugas yang mengatur kendaraan yang akan dinaikkan ke kapal. Entah apa yang dikatakannya, namun setelah itu truk yang kami naiki diperintahkan untuk maju.

Perjalanan menyeberangi selat sunda memakan waktu sekitar 2 jam. Menjelang pukul 6 pagi, truk yang kami tumpangi sudah meninggalkan pelabuhan Merak dan bergerak menuju Jakarta. Seperti sudah menjadi rutinitas, kemacetan di hari Senin mulai terasa menjelang masuk Jakarta.

Setelah melewati tol Jakarta Merak dan tol dalam kota, kami kemudian keluar di daerah Puri Indah. Tidak terlalu jauh dari gerbang tol, truk menepi. Ternyata hanya sampai di situlah truk tersebut dapat mengantarkan kami. Kami turunkan Vespa dan kemudian coba menyalakannya. Setelah Vespa bisa menyala dengan stabil barulah saya memberikan sisa pembayaran yang sudah kami janjikan.

Selanjutnya kami meneruskan perjalanan menuju kantor kami di wilayah Cipete Jakarta Selatan.
Tidak mudah melewati kemacetan Jakarta di hari Senin. Apalagi ditambah kondisi motor yang kami naiki sudah cukup tua. Perlu setidaknya 1,5 jam untuk sampai di daerah Cipete. Dan pada akhirnya pukul 09.00 kami sampai di kantor.

Setelah numpang mandi di kantor dan sarapan pagi, aku langsung kerja. Ga ketahan deh ngantuknya sampai sore, jadi setelah jam kantor langsung ke rest room buat rebahan sebentar. Mengingat jalanan di Jakarta yang selalu macet di saat sore menjelang malam kuputuskan untuk pulang agak malam. Selain itu juga karena aku sebelumnya sama sekali tidak pernah mengendari Vespa terlalu jauh juga agak takut gitu deh kalo mogok di jalan..hehe.

Sekitar jam 9 malam aku bergerak dengan perkirakan jam segitu jalanan sudah tidak macet lagi. Eh ternyata yang aku takutkan terjadi juga. Tidak jauh dari kantor motor tiba-tiba mati tanpa ada peringatan. Trus sewaktu sudah dekat rumah juga mati. Kalau yang kuperkirakan, hal itu terjadi karena aku tidak terbiasa menggunakan motor yang ada koplingnya jadi belum hafal "bukaan kopling". Apalagi kopling dan pemindah giginya ada di tangan kayak Vespa.

Dan akhirnya sekitar jam 10.30 malam Vespa itu tiba kembali di rumah setelah sekian lama berkelana... Tak bisa aku gambarkan raut wajah bapak melihat motor yang dulu beliau gunakan sehari-hari untuk bekerja bisa kembali lagi ke rumah setelah sekian lama.

Itulah kesan pertamaku berkenalan dengan kendaraan unik dari Italia yang bernama Vespa. Sedikit menjengkelkan memang, tapi aku merasa ada sesuatu yang menyenangkan bila sedang mengendarainya.

Rabu, 15 April 2009

Kesan Pertama

(English Version)
Dahulu kala, waktu bapak masih aktif menjadi guru di sekolahan Strada Pejaten, beliau punya sebuah Vespa P150S. Entah bagaimana ceritanya itu Vespa bisa jalan-jalan kemana-mana. Sempat kudengar dipakai paman di Purwokerto, trus kudengar lagi dah pindah ke Salatiga dan terakhir kudengar Vespa itu ada di Lampung. Kalo dihitung-hitung sudah sekitar 22 tahun Vespa itu "sekolah", sejak terakhir kali aku lihat tahun 1986.

Sejak aku kembali dari Kalimantan, ibu di rumah sudah berpesan supaya aku bisa menyempatkan waktu untuk mengambil kembali Vespa itu (lebih tepatnya nebus) dari Lampung. Dengan berbagai macam alasan aku berkelit. Karena memang pada dasarnya waktu itu aku nggak kepingin punya Vespa. Dalam benak masih tertanam stereotipe bahwa yang namanya Vespa itu gampang mogok, ribet ngerawatnya, boros, dan yang pasti berkesan jadul and kuno. Pokoknya nggak banget deh...

Yah, singkat cerita setelah beberapa kali menghindar akhirnya pertengahan 2008 kemarin aku ga bisa mengelak lagi. Setelah selesai ngerjain proyek rutin tiap tahun jahitan seragam SMP Tarakanita, ibu bilang kalo paman di Lampung lagi BU, anaknya mo masuk SMA, dan aku disuruh segera ke Lampung ngambil Vespa itu.
Kebetulan juga di kantor ada temen yang hampir tiap minggu bolak balik ke Lampung. Cocoklah jadinya. Lagipula syerem juga kalo ke Lampung sendirian, mana dah lama juga ga ke Lampung, jadi lumayan lah ada temennya di jalan...hehe.

Singkat cerita lagi, dengan segala akalnya, temenku itu bisa nemenin ke Lampung tanpa terlalu makan biaya perjalanan. Entah gimana caranya tapi boleh juga tuh ditiru. Perjalanan semalaman ke Lampung lumayan juga capeknya. Paginya mampir ke tempat temenku di daerah Kalianda. Karena capek, sempat ketiduran juga di rumah temenku itu...hehe. Siangnya baru kami bergerak lagi ke daerah Tanjung Bintang, ke tempat pamanku itu.

Perjalanan ke Tanjung Bintang memakan waktu lebih kurang 2 jam dengan motor. Sekitar jam 2 siang kami sampai di Tanjung Bintang. Agak bingung juga nyari rumahnya. Dan setelah kutelpon ternyata cuma tinggal sedikit lagi sampai.
Ya sudah, setelah berbasa-basi sebentar sama paman, bibi, dan sepupu, diajaklah kami makan siang. Biasa lah, orang jawa, makan ga makan asal kumpul, tapi asal kumpul pasti ngajakin makan..hehe.

Selesai makan kami melihat-lihat kondisi vespanya sambil ngobrol di halaman belakang rumah. Ternyata secara fisik masih kelihatan bagus. Trus kucoba mengendarainya. Karena ga biasa pake motor kopling jadinya berkali-kali mati. Eh, ternyata ada bonus lainnya, karena ga biasa juga make motor dengan persneling di tangan, abis nyobain pergelangan tangan kiriku puegeel banget rasanya.
Setelah dicek perlengkapan keamanannya, lampu sen nyala, klakson ok, rem dan kopling juga ok, tapi lampu besarnya ternyata mati. Karena hari sudah sore dan merasa bertanggung jawab, maka paman menyarankan untuk menginap dulu, baru besok pagi membawa Vespanya ke bengkel untuk nyalain lampu besarnya.
Ya sudah, karena temanku juga punya keluarga di Kalianda dan juga paman mau mengajak aku ke tempat pamanku yang lain di Way Halim maka kuputuskan untuk menginap sedangkan temanku kembali ke Kalianda. "Mumpung main ke Lampung, tengokin juga paklikmu (paman) di Way Halim" begitu kata paman.

Menjelang petang, kami berangkat ke Way Halim. Di sana ketemu sama paman dan bibi serta sepupu-sepupuku. Cerita-cerita ngalor ngidul lumayan lama. Dengerin pengalaman paman-pamanku menjadi guru ternyata seru banget. Ada-ada aja cara yang dipakai beliau-beliau buat mendidik murid yang bandel.
Menjelang malam obrolan diselingi dengan ritual orang jawa kalo lama ga ketemu, sama seperti di Tanjung Bintang tadi siang, apalagi kalo bukan makan malam ...hehe.
Sekitar jam 8 malem kami kembali lagi ke Tanjung Bintang. Di rumah, kami ngobrol sampe lumayan larut malam.

Paginya, paman sudah membawa Vespa itu ke bengkel sebelum aku bangun. Berhubung aku ga tau jalan-jalan di Lampung maka aku diantar paman ke Kalianda. Agak siang kami baru berangkat. Rupanya perkenalanku dengan Vespa sehari sebelumnya masih berasa sampai siang itu, pergelangan tangan kiriku masih juga pegel. Jadinya paman yang naik Vespa sedangkan aku naik motor lainnya milik pamanku. Kami berjalan beriringan ke Kalianda.

Singkat cerita kami sampai di Kalianda. Temanku rupanya sedang pergi. Kami ngobrol ditemani oleh bapak mertuanya. Lalu melihat-lihat kolam pemeliharaan udang lobster air tawar di belakang rumah.
Karena temenku ditunggu ga datang-datang paman berpamitan pulang karena masih ada keperluan lain. Sebelum pergi paman berpesan kalau lampu besar Vespa belum bisa nyala dan kondisi rem belakang agak kurang pakem. Ya sudah, setelah temanku datang, Vespa kembali masuk bengkel untuk ngurut kabel lampu dan ganti kampas rem. Totalan habis 50.000.

Cerita perjalanan nyebrang lewat Selat Sunda sampai Jakarta disambung lagi di posting berikutnya ya...