Rabu, 15 April 2009

Kesan Pertama

(English Version)
Dahulu kala, waktu bapak masih aktif menjadi guru di sekolahan Strada Pejaten, beliau punya sebuah Vespa P150S. Entah bagaimana ceritanya itu Vespa bisa jalan-jalan kemana-mana. Sempat kudengar dipakai paman di Purwokerto, trus kudengar lagi dah pindah ke Salatiga dan terakhir kudengar Vespa itu ada di Lampung. Kalo dihitung-hitung sudah sekitar 22 tahun Vespa itu "sekolah", sejak terakhir kali aku lihat tahun 1986.

Sejak aku kembali dari Kalimantan, ibu di rumah sudah berpesan supaya aku bisa menyempatkan waktu untuk mengambil kembali Vespa itu (lebih tepatnya nebus) dari Lampung. Dengan berbagai macam alasan aku berkelit. Karena memang pada dasarnya waktu itu aku nggak kepingin punya Vespa. Dalam benak masih tertanam stereotipe bahwa yang namanya Vespa itu gampang mogok, ribet ngerawatnya, boros, dan yang pasti berkesan jadul and kuno. Pokoknya nggak banget deh...

Yah, singkat cerita setelah beberapa kali menghindar akhirnya pertengahan 2008 kemarin aku ga bisa mengelak lagi. Setelah selesai ngerjain proyek rutin tiap tahun jahitan seragam SMP Tarakanita, ibu bilang kalo paman di Lampung lagi BU, anaknya mo masuk SMA, dan aku disuruh segera ke Lampung ngambil Vespa itu.
Kebetulan juga di kantor ada temen yang hampir tiap minggu bolak balik ke Lampung. Cocoklah jadinya. Lagipula syerem juga kalo ke Lampung sendirian, mana dah lama juga ga ke Lampung, jadi lumayan lah ada temennya di jalan...hehe.

Singkat cerita lagi, dengan segala akalnya, temenku itu bisa nemenin ke Lampung tanpa terlalu makan biaya perjalanan. Entah gimana caranya tapi boleh juga tuh ditiru. Perjalanan semalaman ke Lampung lumayan juga capeknya. Paginya mampir ke tempat temenku di daerah Kalianda. Karena capek, sempat ketiduran juga di rumah temenku itu...hehe. Siangnya baru kami bergerak lagi ke daerah Tanjung Bintang, ke tempat pamanku itu.

Perjalanan ke Tanjung Bintang memakan waktu lebih kurang 2 jam dengan motor. Sekitar jam 2 siang kami sampai di Tanjung Bintang. Agak bingung juga nyari rumahnya. Dan setelah kutelpon ternyata cuma tinggal sedikit lagi sampai.
Ya sudah, setelah berbasa-basi sebentar sama paman, bibi, dan sepupu, diajaklah kami makan siang. Biasa lah, orang jawa, makan ga makan asal kumpul, tapi asal kumpul pasti ngajakin makan..hehe.

Selesai makan kami melihat-lihat kondisi vespanya sambil ngobrol di halaman belakang rumah. Ternyata secara fisik masih kelihatan bagus. Trus kucoba mengendarainya. Karena ga biasa pake motor kopling jadinya berkali-kali mati. Eh, ternyata ada bonus lainnya, karena ga biasa juga make motor dengan persneling di tangan, abis nyobain pergelangan tangan kiriku puegeel banget rasanya.
Setelah dicek perlengkapan keamanannya, lampu sen nyala, klakson ok, rem dan kopling juga ok, tapi lampu besarnya ternyata mati. Karena hari sudah sore dan merasa bertanggung jawab, maka paman menyarankan untuk menginap dulu, baru besok pagi membawa Vespanya ke bengkel untuk nyalain lampu besarnya.
Ya sudah, karena temanku juga punya keluarga di Kalianda dan juga paman mau mengajak aku ke tempat pamanku yang lain di Way Halim maka kuputuskan untuk menginap sedangkan temanku kembali ke Kalianda. "Mumpung main ke Lampung, tengokin juga paklikmu (paman) di Way Halim" begitu kata paman.

Menjelang petang, kami berangkat ke Way Halim. Di sana ketemu sama paman dan bibi serta sepupu-sepupuku. Cerita-cerita ngalor ngidul lumayan lama. Dengerin pengalaman paman-pamanku menjadi guru ternyata seru banget. Ada-ada aja cara yang dipakai beliau-beliau buat mendidik murid yang bandel.
Menjelang malam obrolan diselingi dengan ritual orang jawa kalo lama ga ketemu, sama seperti di Tanjung Bintang tadi siang, apalagi kalo bukan makan malam ...hehe.
Sekitar jam 8 malem kami kembali lagi ke Tanjung Bintang. Di rumah, kami ngobrol sampe lumayan larut malam.

Paginya, paman sudah membawa Vespa itu ke bengkel sebelum aku bangun. Berhubung aku ga tau jalan-jalan di Lampung maka aku diantar paman ke Kalianda. Agak siang kami baru berangkat. Rupanya perkenalanku dengan Vespa sehari sebelumnya masih berasa sampai siang itu, pergelangan tangan kiriku masih juga pegel. Jadinya paman yang naik Vespa sedangkan aku naik motor lainnya milik pamanku. Kami berjalan beriringan ke Kalianda.

Singkat cerita kami sampai di Kalianda. Temanku rupanya sedang pergi. Kami ngobrol ditemani oleh bapak mertuanya. Lalu melihat-lihat kolam pemeliharaan udang lobster air tawar di belakang rumah.
Karena temenku ditunggu ga datang-datang paman berpamitan pulang karena masih ada keperluan lain. Sebelum pergi paman berpesan kalau lampu besar Vespa belum bisa nyala dan kondisi rem belakang agak kurang pakem. Ya sudah, setelah temanku datang, Vespa kembali masuk bengkel untuk ngurut kabel lampu dan ganti kampas rem. Totalan habis 50.000.

Cerita perjalanan nyebrang lewat Selat Sunda sampai Jakarta disambung lagi di posting berikutnya ya...

1 komentar: